Anggota DPR Minta PPTJDI Kaji Sistem Aplikasi Transpotrasi Daring

22-01-2020 / KOMISI V
Anggota Komisi V DPR RI Mulyadi saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan PPTJDI di Ruang Rapat Komisi V DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/1/2020). Foto : Jaka/Man

 

Dalam merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Komisi V DPR RI meminta Perkumpulan Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia (PPTJDI) untuk melakukan kajian mendalam terkait hal-hal yang perlu di atur dalam UU tersebut. Anggota Komisi V DPR RI Mulyadi mengatakan salah satu yang harus dikaji ialah mengenai sistem aplikasi untuk menjalankan bisnis transportasi daring yang kian berkembang. 

 

"Kita harus lebih luas melihat perspektif ini. Karena, bisnis transportasi berbasis aplikasi pada akhirnya akan membentuk ekosistem digital. Negara harus merespon ini dengan segera. Karena ekosistem digital tidak hanya berpotensi meningkatkan pemasukan negara, namun juga menjadi ancaman jika tidak diatur," ungkapnya saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan PPTJDI di Ruang Rapat Komisi V DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/1/2020).

 

Legislator Fraksi Partai Gerindra itu mengatakan, perusahaan transportasi daring berbasis digital seperti ojek online dalam pelaksanaanya akan membentuk data yang potensi nilai bisnisnya besar. "Data besar dalam konteks ekosistem digital, di satu sisi menjadi potensi pemasukan negara namun di sisi lain akan menjadi ancaman jika negara tidak hadir mengaturnya," katanya.

 

Mulyadi menganalogikan berapa banyak masyarakat pengguna aplikasi transportasi daring yang memiliki saldo di akun pribadinya, dan itu merupakan suatu urun dana. Penyedia aplikasi menikmati dana itu, dan masyarakat pengguna juga menikmati dana tersebut tanpa bunga.

 

"Negara harus melihat ini sebagai potensi pemasukan Negara, dan rekan-rekan (PPTJDI) harusnya mendapatkan keuntungan dari hal itu. Dalam kajian nya nanti, ekosistem digital ini, sekaligus mempunyai potensi pemasukan negara turut juga ancaman bagi bangsa jika negara tidak hadir," lanjutnya.

 

Untuk diketahui, melalui situs resmi salah satu transportasi daring, pada bagian top-up dan pembayaran, ada penjelasan terkait pajak. Mitra pengemudi dikategorikan sebagai pegawai tidak tetap dikenakan pajak penghasilan (PPh) 5 persen bagi yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Bagi yang belum memiliki NPWP dikenakan PPh sebesar 6 persen.

 

Persentase PPh itu dihitung berdasarkan total pendapatan, dalam hal ini insentif atau bonus. Selanjutnya perusahaan menyampaikan keterangan berjudul ‘pemotongan pajak penghasilan (bulan)’ melalui aplikasi mitra. Penyedia layanan mengatakan, pungutan pajak itu sesuai dengan Peraturan Ditjen Pajak Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh. (rnm/es)

BERITA TERKAIT
Kecelakaan di GT Ciawi, Bakri: DPR Akan Bentuk Panja Standardisasi Jalan Tol
07-02-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI, A. Bakri HM, menyatakan bahwa pihaknya akan membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk...
Kecelakaan Maut Ciawi, Sudjatmiko Minta Perketat Pengawasan Kendaraan Niaga
07-02-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Sudjatmiko turut prihatin atas kecelakaan maut yang terjadi di pintu tol Ciawi...
Anggaran Kemen PU Terjun Jadi 29 T, Lasarus: 1000% Saya Tak Setuju!
06-02-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Rapat Kerja Komisi V DPR RI pada Kamis (6/2/2025) diwarnai oleh sejumlah protes, hal ini timbul lantaran...
Terima Audiensi DPRD Sumut, Lokot Nasution: Ini Hajat Hidup Orang Banyak
06-02-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI, Muhammad Lokot Nasution menerima kunjungan dari Komisi D DPRD Sumatera Utara pada...